Pengertian dan Ruang Lingkup Perburuhan
Buruh atau yang dikenal dengan Tenaga Kerja menurut Pasal 1 point 2 UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan ialah “Setiap orang laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di luar maupun di dalam hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan bahwa ketenagakerjaan ialah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1).Oleh karena itu arti dari Perburuhan juga bisa dibilang sebagai Tenaga kerja yang sudah dibekali dengan hukum-hukum yang ada dari segi jam sostek sampai salary (gaji) yang diterima.
PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN
1. Menurut Molenaar : Hukum yang pada pokoknya mengatur hubungan antara majikan dan buruh, buruh dengan buruh dan antara penguasa dengan penguasa.
2. Menurut Levenbach : Sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan.
3. Menurut Van Esveld : Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetapi termasuk pula pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.
4. Menurut Imam Soepomo : Himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang bekerja pada orang lain enggan menerima upah.
LINGKUP HUKUM PERBURUHAN
Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Dalam ruang lingkup waktu :
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi, seperti pengarahan akan ditempatkan sebagai apa dan mempunyai otoritas yang bagaimana.
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi, seperti gaji (upah) yang tentunya sudah disepakati sebelum teken kontrak antar pekerja dengan perusahaan.
c. Sesudah hubungan kerja terjadi, misalnya pembayaran uang pensiun, pembayaran uang pesangon, santunan kematian dan sebagainya.
Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perburuhan
Menurut MR. S. Mok : ” arbeidrecht ” adalah Hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dibawah pimpinan orang lain dan dengan keasaan penghidupan yang langsung bergandengan dengan pekerjaan itu. Jadi hukum perburuhan itu ialah himpunan peraturan, abik tertulis maupun yang tidak berkenaan dengan kejadian dimana seorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Menurut teori ruang lingkup hukum perburuhan itu ada 4, antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup ini sangat berkaitan dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaeah hukum yang dibatasi. yang dibatasi ialah BURUH, PENGUSAHA, dan PENGUSAHA (Pemerintah).
Buruh sebagai Subyek hukum dengan berkedudukan sebagai prodati kodrati, sedangkan pegusaha sebagai subyek hukum yang berkedudukan sebagai pribadi hukum dan pengusaha (pemerintahan) sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti jabatan.
2. Lingkup laku menurut Waktu
Lingkup ini yang menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.peristiwa – peristiwa tertentu yang timbul pada waktu berbeda yaitu :
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi.
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi
c. Sesudah hubungan kerja terjadi.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.
Batasan pengertian hukum perburuhan yang telah dikemukanan oleh beberapa sarjana sebelumnya masih belum dapat menggambarkan Hukum Perburuhan secara komprehensif. Untuk itu teori Gebiedsleer yang dikemukanan oleh JHA. Logemann dapat dijadikan dasar untuk memberikan batasan ruang lingkup berlakunya Hukum Perburuhan. Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum dibatasi.
Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum Perburuhan adalah :
a. Buruh.
b. Pengusaha.
c. Pengusaha (Pemeirntah)
Buruh tampil sebagai subyek hukum dalam kedudukannya sebagai probadi kodrati, sedangkan pengusaha tampil sebagai subyek hukum perburuhan dalam kedudukannya sebagai pribadi hukum dan terakhir pengusaha (pemerintah) tampil sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti jabatan.
2. Lingkup Laku Menurut Waktu
Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.
Dalam Hukum Perburuhan, ada peristiwa – peristiwa tertentu yang timbul pada waktu berbeda yaitu :
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – peristiwa tertentu, misalnya : kegiatan pengerahan tenaga kerja dalam rangka AKAN, AKAD dan AKAL.
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – peristiwa, misalnya : pembayaran upah, pembayaran ganti rugi kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya.
c. Sesudah hubungan kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – perisriwa yang terjadi setelah hubungan kerja, misalnya : pembayaran uang pensiun, pembayaran uang pesangon, santunan kematian dan sebagainya.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum. Pembatas wilayah berlakunya kaedah Hukum Perburuhan mencakup hal – hal sebagai berikut :
a. Regional
Dalam hal ini dapat dibedakan dua wilayah, yaitu :
1) Non – sektoral Regional
Di sini Hukum Perburuhan dibatasi berlakunya pada suatu daerah tertentu, misalnya : Ketentuan Upah Minimum di Wilayah DKI Jakarta, atau Ketentuan Upah Minimum di wilayah Jakarta Timur dan sebagainya.
2) Sektoral Regional
Di sini berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi baik wilayah berlakunya maupun sektornya. Misalnya : Ketentuan Upah Minimum di sektor tekstil yang berlaku di wilayah Jawa Barat
b. Nasional
Dalam hal ini juga mencakup dua wilayah berlakunya hukum perburuhan, yaitu :
1) Non – Sektoral Nasional
Di sini wilayah berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi oleh wilayah negara. Dengan kata lain wilayah berlakunya hukum perburuhan adalah seluruh wilayah Indonesia, tanpa memperhatikan sektornya. Misalnya : Ketentuan tentang kecelakaan kerja, ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja, ketentuan tentang serikat buruh, perjanjian perburuhan dan sebagainya.
2) Sektor Nasional
Di sini wilayah berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi baik oleh sektor tertentu yang berlaku di seluruh wilayah Indonsia. Misalnya : Ketentuan yang mengatur masalah pelaut, ketentuan – ketentuan yang berlaku di sektor perkebunan dan sebagainya.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah. Dilihat dari materi muatan Hukum Perburuhan, maka dapat di golongkan sebagai berikut :
a. Hal – hal yang berkaitan dengan Hubungan Kerja atau Hubungan Perburuhan.
b. Hal – hal yang berkaitan dengan Perlindungan Jaminan Sosial dan Asuransi Tenaga Kerja.
c. Hal – hal yang berkaitan dengan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja.
d. Hal – hal yang berkaitan dengan masalah penyelesaian perselisihan perburuhan dan pemutusan hubungan kerja.
e. Hal – hal yang berkaitan dengan masalah pengerahan Tenaga Kerja dan Rekrumen.
Sumber:
http://buntunkzzz.wordpress.com/2010/02/19/pengertian-dan-ruang-lingkup-hukum-perburuhan/
http://seoulmate.dagdigdug.com/lingkup-hukum-perburuhan/
http://diarcoolz.blogspot.com/2011/02/pengertian-ruang-lingkup-perburuhan.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar